Bengkulu Utara (Humas) - Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Ketahun, Muhammad, S.Ag MH menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) penekanan angka pernikahan dini. Selasa (19/09/2023).
Kegiatan Rakor ini dilaksanakan di ruang Kepala KUA dan turut dihadiri sekretaris camat Ketahun, Sukarno, S.Sos, Penyuluh Agama dan staf di lingkungan KUA Ketahun.
Dikatakan Muhammad, selaku kepala KUA, Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan, yang dimaksud kategori anak adalah seseorang yang belum berusia 19 tahun.
“Jika pasangan pengantin laki-laki dan perempuan belum genap usia 19 tahun, berdasarkan UU No. 16 Tahun 2019, maka masuk kategori pernikahan dini” terang Muhammad.
Selain itu, Kepala KUA Ketahun mengungkapkan, bahwa dampak buruk dari pernikahan dini berisiko mengancam anak-anak yang nantinya lahir dari hubungan kedua orangtuanya yang menikah di bawah umur.
“Belum matangnya usia sang ibu, mendatangkan konsekuensi tertentu pada si calon anak. Misalnya, angka risiko kematian bayi lebih besar, bayi lahir dalam keadaan prematur, kurang gizi, dan anak berisiko terkena hambatan pertumbuhan atau stunting.” tambah Muhammad.
Sementara itu, menurut jurnal Yayasan Kesehatan Perempuan, dampak pernikahan dini juga akan terjadi di masyarakat, di antaranya langgengnya garis kemiskinan. Hal itu terjadi karena pernikahan dini biasanya tidak dibarengi dengan tingginya tingkat pendidikan dan kemampuan finansial. Hal itu juga akan berpengaruh besar terhadap cara didik orangtua yang belum matang secara usia kepada anak-anaknya. Pada akhirnya, berbuntut siklus kemiskinan yang berkelanjutan.
Anak perempuan akan mengalami sejumlah hal dari pernikahan di usia dini. Pertama, tercurinya hak seorang anak. Hak-hak itu antara lain hak pendidikan, hak untuk hidup bebas dari kekerasan dan pelecehan, hak kesehatan, hak dilindungi dari eksploitasi, dan hak tidak dipisahkan dari orangtua. Berkaitan dengan hilangnya hak kesehatan, seorang anak yang menikah di usia dini memiliki risiko kematian saat melahirkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang sudah cukup umur. Risiko ini bisa mencapai lima kali lipatnya.
Selanjutnya, seorang anak perempuan yang menikah akan mengalami sejumlah persoalan psikologis seperti cemas, depresi, bahkan keinginan untuk bunuh diri. Di usia yang masih muda, anak-anak ini belum memiliki status dan kekuasaan di dalam masyarakat. Mereka masih terkungkung untuk mengontrol diri sendiri. Terakhir, pengetahuan seksualitas yang masih rendah meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi menular seperti HIV. *(ET)